Berbagai program penyuluhan hukum yang dilakukan selama ini terhadap masyarakat luas terutama yang berada di Desa-Desa dengan target terciptanya masyarakat sadar hukum (Kadarkum) kelihatannya sesuatu yang baik dan ideal. Namun haruslah difahami bersama bahwa kesadaran hukum masyarakat tidak identik dengan kepatuhan hukum hukum masyarakat itu sendiri.
        Kepatuhan hukum pada hakikatnya adalah “kesetian” seseorang atau subyek hukum terhadap hukum itu yang diujudkan dalam bentuk prilaku yang nyata, sedang “kesadaran hukum masyarakat” masih bersifat abstrak belum merupakan bentuk prilaku yang nyata yang mengakomodir kehendak hukum itu sendiri. Banyak diantara anggota masyarakat sebenarnya sadar akan perlunya penghormatan terhadap hukum baik secara “instinktif” maupun secara rational namun mereka cenderung tidak patuh terhadap hukum. Kebudayaan hukum yang berkembang dimasyarakat kita ternyata lebih banyak mencerminkan bentuk prilaku opportunis yang dapat diibarat mereka yang berkenderaan berlalu lintas di jalan raya, ketika lampu merah dan kebetulan tidak ada polisi yang jaga maka banyak diantara “mereka” nekat tetap jalan terus dengan tidak mengindahkan atau memperdulikan lampu merah yang sedang menyala.
        Agaknya illustrasi kasus tersebut merupakan representasi dari kebudayaan hukum di Indonesia. Sebagian besar masyarakat kita sadar akan perlunya hukum dan penghormatan terhadap hukum itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, namun kenyataannya masyarakat kita cenderung tidak patuh pada hukum.
       Bahwa kesadaran seseorang tentang hukum ternyata tidak serta merta membuat seseorang tersebut patuh pada hukum karena banyak indikator-indikator sosial lainnya yang mempengaruhinya. Kepatuhan hukum merupakan dependen variabel maka untuk membangun masyarakat patuh hukum perlu dicari independen variabel atau intervening variabel agar program Pemerintah yang menghendaki terciptanya masyarakat sadar hukum hasilnya dapat dilihat dalam bentuk kepatuhan masyarakat tersebut pada hukum itu sendiri, sehingga tidak diperlukan alat pemaksa (kekuasaan cq Polisi) yang membuat masyarakat takut agar mereka patuh pada hukum.
       Namun disisi lain ternyata tidak sedikit pula dalam kenyataannya para Penegak Hukum kita yang tergolong dalam catur wangsa yang dalam melakukan tugasnya menegakkan hukum terutama dalam hukum pidana materiil (KUHP dan Peraturan Perundang-undang lainnya yang mengandung sanksi pidana) justru dilakukannya dengan jalan melanggar hukum pidana formil (KUHAP dan Hukum Acara Pidana lainnya) baik itu disengaja ataupun “tidak disengaja”, kenyataan ini dapat mengindikasikan sekaligus memberi kesan kuat kepada masyarakat bahwa proses penegakan hukum di Negara kita masih dilakukan dengan setengah hati sekalipun itu di jaman era reformasi ini yang katanya mengedepankan hukum sebagai “panglima”.
Posted by Nurhadi Prabowo

0 comments:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum.